Di balik data statistik kenaikan angka melek huruf nasional, tersembunyi Perjuangan Guru honorer di daerah terpencil yang setiap hari harus menghadapi tantangan infrastruktur, keterbatasan fasilitas belajar, dan, yang paling memprihatinkan, gaji yang jauh dari layak. Para pahlawan tanpa tanda jasa ini menempuh jalan berliku, menyeberangi sungai atau berjalan kaki puluhan kilometer, hanya demi memastikan anak-anak di pelosok negeri mendapatkan hak pendidikan dasar. Perjuangan Guru ini bukan sekadar tugas mengajar, tetapi sebuah dedikasi sosial yang menjadi fondasi bagi masyarakat terpencil untuk membangun Kemandirian Finansial di masa depan.
Ambil contoh kisah Ibu Sari (32 tahun), seorang guru honorer di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 005 Pegunungan Harapan. Ibu Sari telah mengabdi selama delapan tahun dengan gaji pokok bulanan hanya Rp 550.000, yang seringkali terlambat cair hingga dua bulan. Jarak tempuh dari rumahnya ke sekolah mencapai 15 kilometer, yang harus ia lalui dengan sepeda motor di jalan berlumpur. “Kadang, bensin saya lebih mahal daripada gaji harian. Tapi kalau saya tidak datang, 35 anak murid akan kehilangan jam belajar mereka,” tutur Ibu Sari dalam sebuah wawancara singkat di teras sekolah pada hari Rabu, 18 September 2024. Keterbatasan finansial ini memaksa Ibu Sari dan banyak guru lainnya harus mencari pekerjaan sampingan, seperti berdagang kecil-kecilan di sore hari.
Data dari Forum Guru Honorer Daerah Terpencil (FGHDT) menunjukkan bahwa rata-rata gaji guru honorer di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) hanya mencapai 30% dari Upah Minimum Regional (UMR) terdekat. Ketua FGHDT, Bapak Roni Setiawan, S.Pd., menyoroti bahwa masalah utama Perjuangan Guru ini adalah status kepegawaian yang tidak pasti. “Mereka telah lolos kualifikasi akademik, tetapi terkendala kuota Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kami meminta Pemerintah Daerah untuk segera merevisi alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) agar porsi gaji guru honorer bisa ditingkatkan,” ujar Bapak Roni saat audiensi di Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) pada hari Jumat, 20 September 2024.
Menanggapi desakan ini, Kepala Disdik, Bapak Prof. Dr. Haris Fadillah, M.A., menyatakan komitmennya untuk mencari solusi. Disdik telah berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk mengajukan usulan penambahan kuota PPPK khusus bagi guru honorer di wilayah terpencil di tahun anggaran 2025. Pihak kepolisian sektor melalui Bhabinkamtibmas juga turut mengambil peran dalam mendukung Perjuangan Guru ini. Aiptu Herman Syahputra, misalnya, secara sukarela membantu mengangkut logistik buku dan alat peraga dari ibu kota kecamatan ke SDN 005 setiap dua bulan sekali. Perjuangan Guru di daerah terpencil adalah cerminan dari ketidakmerataan pembangunan. Dengan meningkatkan kesejahteraan mereka dan memastikan fasilitas pendidikan memadai, kita berinvestasi pada kualitas generasi penerus. Hanya melalui pendidikan yang berkualitas, anak-anak di daerah terpencil dapat membuka peluang kerja yang lebih baik dan benar-benar mencapai Kemandirian Finansial di masa depan.