Dominasi teknologi asisten suara global yang berfokus pada bahasa-bahasa mayor seperti Inggris dan Mandarin telah menciptakan kesenjangan digital yang signifikan, terutama bagi komunitas yang menggunakan bahasa daerah atau dialek lokal. Untuk mengatasi isolasi ini dan mewujudkan inklusi digital yang sesungguhnya di Indonesia, Pengembangan Asisten Suara berbahasa lokal menjadi kunci. Proyek ambisius ini bertujuan untuk melatih kecerdasan buatan (AI) agar dapat memahami, memproses, dan merespons perintah dalam bahasa daerah seperti Jawa, Sunda, atau Batak, membuka akses ke informasi dan layanan digital bagi jutaan penduduk yang mungkin kurang mahir berbahasa Indonesia formal. Inovasi ini diyakini akan mempercepat adopsi teknologi pintar di rumah tangga dan sektor publik.
Tantangan utama dalam Pengembangan Asisten Suara berbahasa lokal adalah keragaman linguistik yang luar biasa dan minimnya ketersediaan data pelatihan yang terstruktur. Bahasa daerah seringkali memiliki variasi dialek yang berbeda bahkan dalam satu provinsi. Untuk mengatasi hal ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah membentuk sebuah konsorsium dengan perguruan tinggi lokal di Yogyakarta pada bulan Juni 2025. Konsorsium ini menargetkan pengumpulan dan anotasi 5.000 jam data suara dalam dialek Jawa Ngoko dan Kromo untuk meningkatkan akurasi Natural Language Processing (NLP) AI. Upaya kolektif ini merupakan fondasi vital untuk memastikan bahwa asisten suara dapat memahami nuansa dan konteks lokal secara efektif.
Dampak dari Pengembangan Asisten Suara ini sangat terasa dalam sektor layanan publik. Bayangkan seorang petani di pedesaan yang dapat mengajukan pertanyaan tentang harga pupuk terbaru, atau seorang lansia yang dapat meminta informasi jadwal vaksinasi di puskesmas setempat, semuanya hanya dengan menggunakan bahasa ibu mereka. Dalam konteks pelayanan informasi publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mengumumkan uji coba chatbot berbasis suara di beberapa kantor layanan publik di Jawa Barat pada bulan September 2025, yang mampu melayani pertanyaan dasar dalam Bahasa Sunda. Proyek ini bertujuan untuk mengurangi hambatan komunikasi dan mempercepat pelayanan administrasi, menjamin bahwa informasi penting tidak terhambat oleh kendala bahasa.
Selain layanan publik, aspek komersial juga diuntungkan. Perusahaan e-commerce dan perbankan digital dapat memanfaatkan asisten suara lokal untuk memberikan dukungan pelanggan yang lebih personal dan empatif. Ketika pengguna merasa lebih nyaman berinteraksi dalam bahasa mereka sendiri, tingkat adopsi layanan digital akan meningkat secara signifikan. Pengembangan Asisten Suara adalah investasi jangka panjang yang tidak hanya berdimensi teknologi, tetapi juga sosial dan budaya. Dengan memprioritaskan inklusivitas bahasa, Indonesia dapat memastikan bahwa kemajuan AI dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali.